Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Update 8 Harga Motor Benelli per April 2021 dan Detail Spesifikasinya


Benelli Indonesia menawarkan beragam produk menarik untuk pasar Tanah Air. Motor bernuansa Italia, namun jeroan Cina itu sudah meluncurkan banyak unit, mulai dari naked bike hingga touring. Konsumen setidaknya bisa memilih sesuai selera. Perbekalan setiap modelnya boleh dibilang cukup. Bahkan mampu bersaing dengan pabrikan Jepang.

Model apa saja yang bisa dijadikan alternatif? Untuk lebih lengkapnya, berikut update harga beberapa varian Benelli per April 2021 beserta detail spesifikasinya.

Patagonian Eagle 250

Cruiser ekonomis, rasanya itulah sapaan paling tepat untuk Benelli Patagonian Eagle 250. Ia merupakan pemain tunggal di kelas cruiser 250 cc. Setang tinggi lalu jok rendah menjadi ciri khasnya. Termasuk unsur konservatif seperti lampu bulat beserta panel meter analog. Saat ini dirinya dijual Rp 40,5 juta OTR DKI Jakarta. Sementara untuk Bekasi, Depok, Tangerang dan Bogor ia dibanderol Rp 41,3 juta.

Patagonian memiliki rancang bangun yang mengutamakan gaya berkendara santai. Ditranslasikan melalui dimensi cukup ideal 2.180 x 970 x 1.460 mm (PxlxT). Ketinggian jok yang cuma 780 mm, jelas memberikan kemudahan buat pengendara. Lalu pijakan kaki mendukung posisi rileks, plus bobot 145 kg. Bukan cuma buat rider, Benelli juga mewadahi kenyamanan bagi penumpang. Selain penampang bokong tebal, jok belakangnya juga sudah dilengkapi sandaran. Ukurannya itu sudah disesuaikan dengan posisi berkendara khas cruiser.

Jantung mekanik berkubikasi 250 cc milik Patagonian Eagle sanggup melontarkan daya 17,4 Hp pada 8.000 rpm dan torsi puncak 16,5 Nm di 6.000 rpm. Kemampuan tersebut disalurkan melalui transmisi 5-percepatan. Sisi menariknya, ia disemati knalpot ganda. Keluaran suara dari saluran pembuangannya menderu layaknya motor 4-silinder. Padahal, hanya mengandalkan rancang mesin 2-silinder. Hanya saja pasokan bahan bakar yang dipakainya masih karburator. Namun, sudah dilengkapi dengan sistem pendingin cair.

Fiturnya sederhana. Lampu bulatnya masih mengandalkan penerangan bohlam. Padahal jika melihat lini kuda besi sekarang, mayoritas sudah memakai lampu dioda. Pun demikian dengan penyajian panel meter. Informasi dasar seperti spidometer, ditampilkan dengan jarum penunjuk konvensional, tanpa ada keterangan putaran mesin (rpm). Begitu pula dengan odometer yang berganti secara manual. Tak ada indikator BBM di situ. Informasi itu absen di cruiser berbendera Italia. Untungnya muatan bahan bakar yang ditampung mencapai 14 liter. Jika khawatir kehabisan bensin, sering-seringlah mengintipnya dari lubang pengisian.

Dengan harga yang terjangkau, ada konsekuensi yang mesti diterima pembeli. Patagonian hanya dibekali cakram tunggal di depan, disertai penahan laju roda belakang berupa tromol. Mengenai perawatan mestinya tak kepalang merepotkan. Meski pemilik motor ini tak punya banyak opsi untuk substitusi ban. Pasalnya, pabrikan menerapkan kombinasi ban belang tak umum, yaitu 90/90-18 dan 130/90-15 (depan-belakang). Kendati begitu, rasanya tak akan sulit mendapatkan ukuran serupa lewat jaringan penjualan Benelli di Indonesia. Atau mencari item lain semisal aksesori jok, knalpot hingga setang melalui forum di media sosial berbasis Benelli.

Patagonian Eagle 250 EFI

Ia merupakan pengembangan dari model sebelumnya. Dijual sedikit lebih mahal, lantaran berkapasitas 250 cc dengan teknologi mesin injeksi. Saat ini dirinya dijual Rp 45,1 juta OTR Jakarta. Sedang buat di Bekasi, Depok, Tangerang dan Bogor harganya menjadi Rp 45,9 juta.

Tak ada ubahan signifikan dibanding dengan model karburator. Hanya secara tampilan saja yang menjadi pembedanya. Terdapat pada cover samping dengan tulisan 250 EFI. Grafis lebih segar dengan desain striping minimalis. Knalpot dan mesin dibalut warna hitam doff. Pada bagian kaki-kaki juga disematkan pelek jari-jari yang banyak digemari konsumen di Indonesia. Alasannya lebih klasik. Serta sistem pengereman yang disematkan rem cakram pada roda belakang.

Secara spesifikasi dan performa tidak jauh berbeda dari model sebelumnya. Jangan khawatir bakal kehilangan suara garang Patagonian Eagle dari mesin dua piston. Dapur pacu 250 cc, SOHC, twin segaris tetap menjadi sumber tenaga. Diameter dan langkah silinder pun tak ada ubahnya, tetap square engine (55 mm x 52,4 mm). Serta merta rasio kompresi 9.0:1 alias rendah, memudahkan pilihan tingkatan oktan bahan bakar.

Hanya mekanisme distribusi bahan bakar saja diganti. Debit bensin disempurnakan oleh sistem Electronic Fuel Injection. Seharusnya hal ini berpengaruh terhadap efisiensi, tapi butuh pembuktian lebih lanjut. Yang pasti, catatan tenaga tak berubah sama sekali. Tetap 17,4 hp pada 8.000 rpm dan torsinya 16,5 Nm di putaran 6.000 rpm. Manajemen suhu tetap mengandalkan oil cooler, begitu juga bekalan girboks manual lima percepatan.

Motobi 152

Sosok cafe racer mungil ini boleh dibilang digemari oleh builder motor custom Tanah Air. Apalagi dari segi harga, dirinya sangat ekonomis. Saat ini dirinya dibanderol Rp 21,5 juta OTR Jakarta. Untuk harga di Bekasi, Depok, Tangerang dan Bogor hanya ditambah Rp 100 ribu. Walau begitu, bukan berarti apa yang dipunya tak menarik sama sekali. Ia bagai kuda besi ringkas yang siap dimodikasi.

Representasi motor lawas begitu jelas tergambar. Padanan bodi minimalis, berpadu lampu bundar dan stoplamp kecil menjadi penerapan wajib dalam kultur terkait. Lengkap dengan pahatan tangki ala motor tua, serta aksesori berupa buntut tawon dan handlebar clip on.

Walaupun area jok penumpang tertutup cover, tak sulit untuk mengembalikan ke fungsi awal. Sepintas seperti satu set dengan jok pengendara, padahal tutupan itu bisa dibuka mudah dengan melepas beberapa kuncian baut. Praktis.

Cukup disayangkan, tema klasiknya dinodai material kurang bagus. Sepatbor depan bukannya pakai bahan besi, malah mengenakan plastik. Begitu juga di belakang. Mungkin bagian ini menjadi salah satu dampak dari harganya yang murah. Untung saja, pengrajin fender besi mudah ditemukan baik di kota besar maupun kecil. Tak sulit menggantinya jika hendak memodifikasi suatu waktu.

Lanjut area kaki-kaki, Benelli memasang komponen pengendalian standar saja. Bagian depan ditopang fork teleskopik dengan jarak main 110 mm. Beda lagi di belakang, dual shock agak terlihat mahal sebab sudah pakai tabung. Namun perlu pembuktian lebih lanjut soal kualitas peredamannya.

Fitur dan performa terbilang apa adanya. Tak tertera perangkat elektronik canggih. Satu-satunya medium informasi adalah speedometer analog bulat dan MID kecil di dalamnya. Informasi juga belum komplet, bahkan fuel meter absen.

Dapur pacunya juga masih mengandalkan karburator. Mesin satu silinder 149 cc dua katup mengeluarkan tenaga 11,8 Hp dan torsi 11 Nm, standar. Disalurkan melalui girboks manual lima percepatan. Untung saja bobotnya ringan, mestinya cukup untuk sekadar dipakai harian. Urusan deselerasi, merupakan paduan cakram 220 mm dan teromol di belakang. Karena temanya klasik, belum ada sensor ABS sama sekali. Peranti penahan laju itu menempel pada roda 17 inci depan belakang.

Motobi 200 EVO

Tak ingin kalah dengan pabrikan Jepang, Benelli juga memiliki produk bertampang klasik. Bernama Motobi 200 EVO dengan konsep cruiser lawas. Per April 2021, dirinya dibanderol Rp 33,5 OTR DKI Jakarta. Sedangkan buat daerah Bekasi, Depok, Tangerang dan Bogor lebih mahal Rp 300 ribu.

Di samping Patagonian Eagle yang bersuara khas – berkat mesin dua piston – Evo tak kalah menarik. Bahkan jika dilihat secara keseluruhan, bodinya tampak lebih proporsional. Serta masih ada kesan modern. Rasanya tak berlebihan menyebut bentuknya mudah disukai.

Padanan lawasnya sendiri diterjemahkan lewat panel bodi minim aksesori. Semisal, mengenakan tangki ala motor telanjang, serta memasang perlengkapan serba terpisah. Seperti lampu utama, sein, stoplamp, hingga tutup box filter tak menyatu dengan bodi. Hampir semua barang itu pun membulat, sampai ke speedometer. Potongan “wajib” motor klasik.

Lantas elemen cruiser, ditranslasikan Benelli pada beberapa aspek. Pertama, fork depan memiliki sudut kemiringan besar, sehingga posisi roda depan agak jauh dari mesin. Berikutnya, yang selalu menjadi identitas cruiser, kombinasi ukuran ban belang. Di depan besarnya 17 inci 90/90, sementara bagian belakang tentu lebih lebar, namun diameternya kecil (15 inci 130/90).

Selanjutnya, jenis begini haruslah nyaman dan mudah ditunggangi. Evo memenuhi kriteria itu. Posisi duduk santai berkat footstep agak depan. Ditambah stang lebar mengarah ke pengendara, mudah dijangkau. Di saat bersamaan, pijakan ke tanah benar-benar rendah, tinggi joknya hanya 715 mm. Postur standar dipastikan menapak sempurna.

Karena itu, berat total 156 kg mestinya bukanlah masalah. Mudah dikontrol. Pun tak perlu khawatir ukuran bodi yang tergolong besar (PxLxT) 2.140 x 800 x 1.050 mm. Hanya saja, jenis cruiser biasanya sedikit merepotkan kala diajak bermanuver tangkas. Apalagi saat memutar arah, mengingat wheelbasenya mencapai 1.440 mm, serta model fork begitu, cenderung memiliki sudut belok sedikit.

Area kaki-kaki cukup spesial di belakang. Dual shock breaker ditemani tabung. Alias memisahkan oli dan udara saat meredam guncangan. Kalau di depan, standar saja, memakai model teleskopik dengan jarak main 120 mm. Lantas peranti deselerasi, kedua roda sudah dipasangkan cakram masing-masing 280 mm dan 240 mm. Sayangnya belum ada tambahan sensor ABS.

Terakhir soal mekanisme mesin, ia memangku dapur pacu dengan volume silinder terbesar di kelas Rp 30 jutaan. Piston tunggal berukuran 63,5 x 62,2 mm berkubikasi bersih 197 cc, disertai sistem injeksi dan pendinginan dari radiator. Namun kapasitas memang bukan segalanya, pusaran tenaga maksimal hanya mencatat 12,7 Hp dan torsi 13,5 Nm. Standar. Meski di kalangan penyuka motor retro, biasanya daya kuda tak menjadi orientasi.

TNT 135

Benelli Indonesia memboyongnya untuk menyasar pasar streetfighter mini. Dengan kata lain, ia menjadi pesaing Z125 series dan mini moto KSR yang lebih dulu eksis. Meski telat melantai, dirinya puya bekalan menarik. Salah satunya dari sisi harga yang paling terjangkau dibanding para kompetitornya. Saat ini dirinya dilego Rp 29,8 juta OTR DKI Jakarta.

Soal desain, ia lebih menarik karena punya karateristik ala moge Eropa. Konsep bodinya mirip dengan salah satu produk dari MV Agusta. Berkat pemakaian rangka tralis yang terpampang jelas dengan knalpot dual barrel di bawah jok. Hanya saja ukurannya lebih kecil.

Memiliki ukuran panjang 1.750 mm, lebar 755 mm, tinggi 1.025 mm, dan memiliki jarak sumbu roda 1.215 mm, cukup ideal digunakan orang dewasa maupun remaja. Tinggi jok dari permukaan tanah lebih tinggi dari para pesaingnya, yakni 780 mm.

Kendati dalam keadaan mini, merek asal Italia tetap meraciknya dengan aura sporty. Lihat saja dari lampu depannya yang mirip abjad V nan tajam. Apalagi ditambah penggunaan lampu berteknologi LED. Tidak seperti lawan-lawannya, ia pakai model sepatbor mudguard. Penempatan itu lebih efektif untuk menangkal cipratan air ke atas kala hujan. Diferensiasi dengan rival juga bisa dilihat dari pemakaian jok model bertingkat. Boncengan tersedia untuk mengangkut penumpang.

Perkara kaki-kaki sudah cukup mumpuni. Depan menggunakan suspensi upside down, belakang pakai shock tunggal yang dapat diatur tingkat kekerasannya. Lebih praktis untuk pengendaraan nyaman dan stabil. Ukuran roda pun sama imut dengan yang lain, memakai pelek 12 inci.

Ini yang beda. Ia dibekali mesin tegak berkapasitas 135 cc. Di atas kertas, mengalahkan dua rivalnya yang masih mengusung mesin tidur 110 cc dan 125 cc. Sanggup menyemburkan power maksimal hingga 13 Hp di 9.000 rpm dan torsi maksimum 10,8 Nm di kitiran 7.000 rpm. Dipadukan dengan lima tingkat percepatan tipe Wet Clutch.

TNT 249 dan 249S (Lime Green)

Model ini didesain untuk generasi muda dengan gaya sporty, modern dan rancang bangun ekstrem. Unit dipasarkan sebagai pengganti TNT 250. Model terbaru punya tiga pilihan warna: hitam, putih dan lime green. Naked bike di kelas 250 cc ini dibanderol Rp 58,6 juta (warna reguler) dan Rp 59,6 juta OTR DKI Jakarta (cat spesial lime green).

Jantung pacu Benelli TNT 249 adalah unit 2-silinder paralel. Penyemprotan bahan bakai sudah model injeksi dan DOHC. Resultan pembakaran menyemburkan tenaga 31 Hp pada 10.000 rpm. Kemudian daya puntir maksimal sampai 20 Nm pada 9.000 rpm. Mesin DOHC ini dikombinasikan dengan transmisi 6 percepatan. Menurut Benelli, generasi anyar TNT kini lebih responsif pada putaran bawah. Sebab ada pengaturan ulang pada bagian ECU. Dan yang menjadi ciri khas, meski hanya 249 cc, tapi berkat racikan apik Benelli, bisa menyemburkan suara bak mesin empat silinder!

Lantas apa yang membedakan dengan model lawas? Benelli TNT 249 S mendapatkan berbagai penyegaran. Mulai dari desain bodi yang kini makin atraktif. Pencahayaan pakai LED, dibarengi dengan DRL pada rumah lampu. Lalu sudah pakai display LCD warna TFT dan modern. Makin ciamik dengan penggunaan suspensi upside down bertravel 41 mm. Selain bikin laju motor stabil, model suspensi ini jua menambah kegantengan motor. Sesuai tren masa kini.

Untuk menghela laju motor, terpasang rem double disc brake pada bagian depan, yang didesain khusus. Cakram ganda di roda depan berukuran 260 mm dan menerapkan model floating. Sedangkan pada bagian belakang dengan ukuran 240 mm. Tampilan kian macho berkat penerapan pelek alumunium berdiameter 17 inci. Ban lepar pun dipasang agar pengendalian makin mantap. Ukuran ban depan 120/70 dan ban belakang 160/60. Benelli TNT 249S cocok untuk dipakai melancong jauh. Pasalnya punya posisi stang yang tinggi. Bikin pengendara lebih relaks saat menunggangi. Apalagi tangki motor sanggup menampung bensin 16 liter.

Sekadar informasi saja, model ini sejatinya versi dari Benelli TNT 302. Namun, untuk pasar Indonesia dibuat dengan mesin 250 cc. Kenapa? Agar harganya bisa kompetitif dan mampu bersaing dengan rival sekelas.

TRK 251

TRK 251 merupakan produk Benelli di kategori dual purpose atau adventure. Secara tampilan, ia merujuk kepada Benelli TRK 502 X, yang sudah lebih dulu hadir. Namun, dari muatan mesin yang digendong, jelas ia dibanderol lebih bersahabat, cuma Rp 51,350 juta OTR DKI Jakarta. Sementara harga di Bodetabek sebesar Rp 52,580 juta. Banderol itu tentu menarik, sekaligus menggelitik kompetitornya.

Tampangnya menegaskan peruntukannya sebagai pacuan rute panjang. Sekaligus bagi penyuka adventure. Hal itu ditunjang oleh desain fairing menjorok ke arah depan. Sudah jelas agresif. Gayanya mirip dengan sang kakak, hanya saja dimensinya lebih kecil. Sebagai penopang tubuh, TRK 251 menggunakan sasis teralis. Ideal ditemui pada kuda besi dua alam, agar penunggang bisa lincah dan stabil mengendarainya di berbagai kondisi jalanan.

Meski ditujukan buat kebutuhan cukup ekstrem, Benelli TRK 251 bersahabat untuk pengendara Indonesia. Ketinggian joknya 835 mm. Dan, ground clearance 200 mm. Sosok bongsornya memang berbanding lurus dengan bobot, 153 kg (bobot kosong). Tangki bensinnya memuat 17 liter, tak perlu kuatir jika harus melakukan perjalanan jauh.

Beberapa fitur andalan yang diusung cukup mumpuni untuk perjalanan jauh. Diberikan sistem penerangan model projector untuk lampu utamanya. Bagian cukup mencolok, terdapat pada lampu sein. Diposisikan vertikal dan melekat pada bagian sayap bodinya. Semuanya sudah menggunakan teknologi LED.

Bagaimana dengan performanya? Mesin injeksi, satu silinder berpendingin cairan dengan kapasitas 249,2 cc. Kemampuannya mengail tenaga hingga 25,8 Hp pada 9.250 rpm. Sedangkan torsi maksimumnya 21 Nm di putaran mesin 8.000 rpm. Jantung mekanis ini berbasis dari Benelli TNT 250. Kendati begitu, pihak pabrikan mengklaim sudah meningkatkan kinerja komputer atau ECU-nya. Begitu juga dengan sistem pengabutan bahan bakar, intake, knalpot serta beberapa hal lainnya.

Dengan kocek segitu, kelebihan yang ditawarkan juga beragam. Kelengkapan standarnya, pelek alloy, panel indikator full digital, port USB, shock depan upside down, rem depan 4 kaliper dengan piringan bergelombang dan dilengkapi ABS.

Leoncino 250

Benelli Indonesia terus memperkuat jajaran sepeda motor model sporty, khususnya bergaya scrambler. Setelah hadir dengan Benelli Leoncino 500, pihaknya melahirkan jenis serupa dengan komposisi lebih kecil, yakni Leoncino 250. Saat ini dirinya dibanderol Rp 50,550 juta OTR DKI Jakarta dan Rp 51,850 juta OTR Bodetabek.

Leoncino 250 adalah Scrambler turunan Leoncino 500. Makanya keduanya hampir tak memiliki beda secara fisik. Hanya dimensi yang dikecilkan. Dari mulai bentuk rangka, tangki, lampu, jok dan seluruhnya menyerupai. Bedanya, ia punya pilihan kelir coklat di samping merah sebagai warna khasnya.

Desain tangki tampak menyatu dengan jok motor. Penampung bahan bakar yang ditawarkan mencapai 12,5 liter. Sedangkan di belakang terdapat lampu model lonjong minimalis dan sepakbor pendek dan mud guard.

Soal fitur bisa dibilang lengkap. Headlight bulat dengan DRL (Daytime Running Light), sein, dan stoplamp, seluruhnya sudah mengadopsi LED untuk pencahayaan. Lantas panel meter, tidak dibedakan dengan kakaknya. Informasi tentang motor tersaji semua di layar digital. Seperti menunjukan spidometer, takometer, fuel meter, trip A-B serta bisa diubah dari satuan kilometer menjadi mile. Disamping layarnya, ada lampu indikator sein, gigi netral, bahan bakar, lampu jauh, suhu mesin, check engine dan ABS.

Fasilitas keamanannya juga dinilai cukup. Walau di depan hanya pakai satu cakram, tapi ukurannya cukup besar. Berdiameter 280 mm dengan jepitan kaliper empat piston. Sedangkan di belakang, disc brake 240 mm diapit kaliper dua piston. Anti-Lock Braking System (ABS) juga sudah menjadi standar.

Kalau urusan jantung pacu, ia tak segahar kakaknya. Berbasis mesin 250 cc satu silinder DOHC, sudah bisa terbayang suaranya tak sebaik yang dua silinder. Hasil produksinya, mencatat output sebesar 26 Hp di 10.500 rpm, dengan torsi puncak 21,2 Nm pada 8.000 rpm

Post a Comment for "Update 8 Harga Motor Benelli per April 2021 dan Detail Spesifikasinya"